Review Film The Mighty

Tidak seperti kebanyakan anak kelas tujuh lainnya yang normal, Maxwell “Max” Kane adalah bocah yang memiliki tubuh yang besar, bahkan sangking besarnya ia selalu menjadi pusat perhatian orang-orang. Max juga adalah bocah pengidap dyslexia yang juga memiliki kesulitan untuk menerima pelajaran disekolahnya. Sehingga tidak heran ia sampai harus 2 kali tinggal kelas dan tidak jarang teman-teman sekolahnya mengejek dan mempermainkannya karena kekurangannya tersebut.

Suatu hari, Max yang tinggal bersama kakek dan neneknya ini kedatangan tetangga baru, seorang wanita, Gwen Dillon beserta putranya, Kevin. Kevin juga bukanlah bocah biasa, nasibnya hampir sama dengan Max. Bedanya jika Max memiliki kekurangan pada kemampuan berpikirnya, Kevin sebaliknya, adalah seorang bocah jenius dalam segala hal. Namun sayang ia menderita penyakit langka Mucopolysaccharidosis IV, atau yang dikenal dengan Morquio syndrome, sebuah penyakit kelainan tulang belakang yang mengakibatkan tubuhnya tidak bisa berkembang dengan normal.

Diawali dengan pertemuan yang canggung, benih-benih persahabatan antara Max dan Kevin pun mulai tumbuh. Apalagi merasa memiliki nasib yang sama membuat hubungan mereka menjadi lebih erat. Berawal dari sebuah peristiwa kecil, Max selalu menggendong Kevin dibahunya, seakan akan mereka menjadi satu. Kevin memberikan otaknya kepada Max dan Max memberikan fisiknya yang sehat dan kuat untuk Kevin. Bersama-sama mereka menempuh berbagai petualangan dan pengalaman yang seru dan menegangkan dimana nantinya akan merubah hidup keduanya, khususnya hidup Max, selamanya.

Wow, wonderfull!! Benar-benar diluar dugaan dan ekspektasi Kita sebelumnya! Ternyata The Mighty mampu memberikan sebuah tontonan drama keluarga yang menyentuh, inpiratif dan penuh dengan petualangan dan pembelajaran moral, tentang nilai-nilai persahabatan sejati di dalamnya. Film yang diadaptasi dari buku setebal 160 halaman karangan Rodman Philbrick, yang memiliki judul asli Freak the Mighty ini, berhasil diterjemahkan dengan sempurna oleh sang sutradara, Peter Chelsom.

Dengan cerita yang ringan, sederhana, namun powerfull ini, The Mighty sudah memikat penontonnya dari menit-menit awal film. Dimana narasi yang dibawakan oleh Max mulai membuka film berudarasi 100 menit ini, dan selama 100 menit itu juga Anda akan “dipaksa” untuk menyaksikan sebuah kisah persahabatan unik, dari dua bocah “spesial”, beserta momen-momen jenaka dan menyentuh yang dialami keduanya. Walaupun pada akhirnya Anda akan bisa menebak kemana arah film ini akan berakhir, namun hal itu tidak menjadi masalah. Toh memang sudah seharusnya film seperti “ini” berakhir seperti “itu”. Mungkin bagi penonton yang “sensitif”, film ini bisa membuat Anda berlinang air mata, meskipun secara umum ini bukanlah sebuah film “cengeng”.

Selain ceritanya yang kuat, dukungan dari kedua aktor utamanya, Elden Henson dan Kieran Culkin juga menjadi sumber kekuatan utama film produksi Miramax ini. Elden mampu tampil natural sebagai “dyslexia giant”, lengkap dengan segala sifat-sifat polos dan tertutupnya. Untuk Kieran, bisa dibilang film ini termasuk akting terbaiknya. Adik dari Macaulay Culkin ini mampu mebawakan karakter Kevin dengan luar biasa, dan mampu menarik simpati penonton dengan segala kejeniusan dan keberaniannya, walaupun harus terhalang dengan fisiknya yang rapuh. Untuk Sharon Stone, cukup aneh memang namanya terpajang besar pada poster film ini, padahal ia bukan peran utama, dan kehadirannya hanya beberapa scene, yang jika digabungkan mungkin tidak lebih dari 15 menit. Mungkin karena pertimbangan komersil dari Hollywood.

Overall, The Mighty adalah salah satu contoh bagaimana sebuah drama keluarga berkualitas itu dibuat. Hanya dengan mengandalkan ceritanya yang luar biasa dan kualitas akting kedua tokoh utamanya, film ini mampu memberikan sebuah totonan yang menyentuh, penuh inspirasi dan dan pesan moral di dalamnya. Sebuah film yang akan mengajarkan Anda tentang arti persahabatan sejati. Bravo!

(Hary/Kitareview.com)