“..this is A MUST READ BOOK! :)”
DATA BUKU
- Judul Buku: Istri Sang Penjelajah Waktu
- Jenis Buku: Novel
- Judul Asli: The Time Traveler’s Wife
- Penulis: Audrey Niffenegge
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Bahasa: Indonesia
- Cetakan Pertama: Juni 2007
- Tebal Buku: 616 halaman
- Dimensi Buku (P x L): 13,5 cm x 20 cm
- No. ISBN: 979-22-2855-1
- Website Resmi Penerbit: http://www.gramedia.com
- Harga:
- Gramedia: Rp.68.000 (Update Agustus 2009)
- BukuKita.com: Rp.57.800 (Update Agustus 2009)
KARAKTER UTAMA
- Henry De Tamble
- Clare Abshire
SINOPSIS
Henry De Tamble memiliki `kemampuan` menjelajahi waktu. Ia bisa tiba – tiba menghilang dan muncul di tempat yang tak dikenalinya sepuluh tahun yang lalu atau yang akan datang.
Saat berpindah – pindah waktu inilah ia bertemu Clare Abshire, anak perempuan yang tinggal di Michigan, dan terjadilah kisah cinta yang indah hingga ajal memisahkan mereka.
Masalah timbul, karena saat usia Henry maju – mundur sesuai lokasinya di dalam waktu, usia Clare bertambah terus dengan normal.Tapi Audrey Niffenegger menulis para tokoh dalam buku ini dengan cara yang begitu lembut dan halus sehingga buku ini bukan sekadar kisah cinta biasa. Berkat keahlian dan sensibilitasnyalah para pembaca akan bisa menangkap keindahan dan keanehan dalam hidup, bukan cuma gejolak-gejolaknya.
REVIEW
Apa yang akan anda lakukan jika anda seorang perempuan berumur enam tahun, dan tiba-tiba seorang pria dewasa muncul di depan anda, stark naked, dia tahu nama anda dan bilang bahwa kalian berdua berteman baik? Langsung percaya? Awalnya, Clare Abshire, anak perempuan ini membela diri dengan melempar sepatu. Namun lambat laun, ia mengikuti permainan waktu Henry dengan sepenuh hati, hanya berbekal rasa percaya dari cerita Henry DeTamble.
Novel The Time Traveler’s Wife yang ditulis oleh Audrey Niffenegger ini mengisahkan perjalanan lompatan waktu Henry, serta kisah penantian Clare untuk selalu bersama Henry. Alur waktu menjadi menu utama dari sang pengarang yang juga berprofesi sebagai profesor di Columbia College Chicago Center for Book and Paper Arts. Secara garis besar, ada dua kotak waktu sepanjang perjalanan Henry dan Clare. Yang pertama adalah Clare berumur 6 sampai 18 yang bertemu Henry masa depan, dengan umur mulai 36 tahun. Dan yang kedua adalah masa sekarang, yang dimulai dengan Clare berumur 20, dan Henry 28. Secara rentang waktu, kisah ini dimulai tahun 1968 dan berakhir pada 2053. Wuih, lama banget ya? Serunya lagi, kisah ini sama sekali tidak berjalan dengan waktu linier dan bersambungan.
Audrey membuka cerita pertama dengan kisah pertemuan Clare dan Henry di masa yang sekarang, tahun 1991. Pembaca bisa langsung dibuai penasaran dan bingung melihat antusiasme Clare.yang sudah mengenal Henry selama 14 tahun, begitu bertemu dengan Henry, yang belum pernah bertemu Clare sekalipun. Kok bisa? Ceritanya gimana sih? Jadi ketemuannya pas kapan sih? Jitak-jitakan deh kalau nggak muncul pertanyaan-pertanyaan kaya gitu ;p. Setelah itu cerita beralih ke Henry pada tahun 1968, berumur 5 tahun, masa pertama Henry mengalami lompatan waktu. The first time was magical. Lalu pindah lagi ke tahun 1988, dimana Henry 24 tahun akan bertemu Henry 5 tahun. Dan lompat lagi ke 1977, dimana keadaan berbalik. Henry 36 tahun, bertemu dengan Clare 6 tahun, yang tentu belum pernah melihatnya sama sekali. Kemudian ke tahun 2000 dimana mereka sudah menjadi suami istri. Bingung? Hehe. Bingung yang mendebarkan kalau menurut saya. Yang pasti, saya sarankan untuk membuka lebar imajinasi anda ketika mulai membaca buku ini. Dan jangan sampai ada yang terlewat, mengingat eratnya keterkaitan antar bab.
Pergulatan batin Clare menanti Henry terlukis dengan baik. Kurang lebih seperti istri seorang pelaut yang selalu ditinggal berlayar. Namun sayangnya Clare tidak pernah tahu kemana Henry berlayar. “It’s hard being left behind. I wait for Henry, not knowing where he is, wondering if he’s okay. It’s hard to be the one who stays. Why has he gone where I cannot follow?” Disisi lain, perasaan lelah Henry selama bermain dengan waktu yang awalnya sulit untuk dicerna, akhirnya malah menimbulkan empati. “It feels exactly when you suddenly realize that you have to take a test you haven’t studied for and you aren’t wearing any clothes. And you’ve left your wallet at home. I hate to be where Clare is not, when she is not. And yet, I’m always going, and she cannot follow.”
Selain sisi drama yang sangat kental mengingat kata kunci novel ini terkait dengan cinta dan penantian, novel ini juga memberikan sisi-sisi lain dari perjalanan waktu. Misalnya gambaran ilmiah akan gejala yang menimpa Henry, yaitu Chrono-Displaced Person, sebuah penyakit genetis yang membuat gen-gennya tidak bisa tinggal diam. Etika perjalanan waktu juga tidak terlupa. Novel ini memilih untuk bermain aman, dimana masa depan tidak pernah bisa diubah. Itulah mengapa setiap kali Henry lompat waktu, ia akan muncul telanjang karena ia tidak bisa membawa apapun dengan dirinya setiap pindah ke masa lain.
Bagi Kita, novel ini menjadi amat menarik memang karena alur waktunya yang begitu ‘njelimet’ dan membuat penasaran. Setiap bab akan punya tanda tanya yang bisa langsung terjawab pada bab selanjutnya, atau ketika cerita hampir berakhir. Kisah Clare yang selalu menunggu dan Henry yang selalu ‘berpergian’ memang terlalu tipikal perempuan dan lelaki. Mungkin seru juga jika dibuat versi kebalikannya, jika Clare yang berjalan-jalan dengan waktu dan Henry yang tinggal. Akankah ia sesetia Clare? Jika ya, akankah ia dicap sebagai lelaki baik dan setia? Ataukah lelaki lemah dan desperate? Kalau Kita sebagai drama queen sejati, tentunya akan teriak Henry sebagai lelaki setia. Hehehe..
Kita merekomendasikan buku ini untuk dibaca dengan hati. Biarkan logika dan otak beristirahat dulu. Jika Kita berhak menilai dari 1-5, dengan 5 adalah yang paling bagus, maka The Time Traveler’s Wife Kita beri nilai 4. Satu nilai Kita kurangi , dari nilai sempurna 5, karena secara pribadi, Kita kurang suka cerita yang cenderung satire. Tapi tetaplah, this is A MUST READ BOOK! 🙂
(Duy/Kitareview.com)
Novel The Time Traveler’s Wife yang ditulis oleh Audrey Niffenegger ini mengisahkan perjalanan lompatan waktu Henry, serta kisah penantian Clare untuk selalu bersama Henry. Alur waktu menjadi menu utama dari sang pengarang yang juga berprofesi sebagai profesor di Columbia College Chicago Center for Book and Paper Arts. Secara garis besar, ada dua kotak waktu sepanjang perjalanan Henry dan Clare. Yang pertama adalah Clare berumur 6 sampai 18 yang bertemu Henry masa depan, dengan umur mulai 36 tahun. Dan yang kedua adalah masa sekarang, yang dimulai dengan Clare berumur 20, dan Henry 28. Secara rentang waktu, kisah ini dimulai tahun 1968 dan berakhir pada 2053. Wuih, lama banget ya? Serunya lagi, kisah ini sama sekali tidak berjalan dengan waktu linier dan bersambungan.
Audrey membuka cerita pertama dengan kisah pertemuan Clare dan Henry di masa yang sekarang, tahun 1991. Pembaca bisa langsung dibuai penasaran dan bingung melihat antusiasme Clare.yang sudah mengenal Henry selama 14 tahun, begitu bertemu dengan Henry, yang belum pernah bertemu Clare sekalipun. Kok bisa? Ceritanya gimana sih? Jadi ketemuannya pas kapan sih? Jitak-jitakan deh kalau nggak muncul pertanyaan-pertanyaan kaya gitu ;p. Setelah itu cerita beralih ke Henry pada tahun 1968, berumur 5 tahun, masa pertama Henry mengalami lompatan waktu. The first time was magical. Lalu pindah lagi ke tahun 1988, dimana Henry 24 tahun akan bertemu Henry 5 tahun. Dan lompat lagi ke 1977, dimana keadaan berbalik. Henry 36 tahun, bertemu dengan Clare 6 tahun, yang tentu belum pernah melihatnya sama sekali. Kemudian ke tahun 2000 dimana mereka sudah menjadi suami istri. Bingung? Hehe. Bingung yang mendebarkan kalau menurut saya. Yang pasti, saya sarankan untuk membuka lebar imajinasi anda ketika mulai membaca buku ini. Dan jangan sampai ada yang terlewat, mengingat eratnya keterkaitan antar bab.
Pergulatan batin Clare menanti Henry terlukis dengan baik. Kurang lebih seperti istri seorang pelaut yang selalu ditinggal berlayar. Namun sayangnya Clare tidak pernah tahu kemana Henry berlayar. “It’s hard being left behind. I wait for Henry, not knowing where he is, wondering if he’s okay. It’s hard to be the one who stays. Why has he gone where I cannot follow?” Disisi lain, perasaan lelah Henry selama bermain dengan waktu yang awalnya sulit untuk dicerna, akhirnya malah menimbulkan empati. “It feels exactly when you suddenly realize that you have to take a test you haven’t studied for and you aren’t wearing any clothes. And you’ve left your wallet at home. I hate to be where Clare is not, when she is not. And yet, I’m always going, and she cannot follow.”
Selain sisi drama yang sangat kental mengingat kata kunci novel ini terkait dengan cinta dan penantian, novel ini juga memberikan sisi-sisi lain dari perjalanan waktu. Misalnya gambaran ilmiah akan gejala yang menimpa Henry, yaitu Chrono-Displaced Person, sebuah penyakit genetis yang membuat gen-gennya tidak bisa tinggal diam. Etika perjalanan waktu juga tidak terlupa. Novel ini memilih untuk bermain aman, dimana masa depan tidak pernah bisa diubah. Itulah mengapa setiap kali Henry lompat waktu, ia akan muncul telanjang karena ia tidak bisa membawa apapun dengan dirinya setiap pindah ke masa lain.
Bagi Kita, novel ini menjadi amat menarik memang karena alur waktunya yang begitu ‘njelimet’ dan membuat penasaran. Setiap bab akan punya tanda tanya yang bisa langsung terjawab pada bab selanjutnya, atau ketika cerita hampir berakhir. Kisah Clare yang selalu menunggu dan Henry yang selalu ‘berpergian’ memang terlalu tipikal perempuan dan lelaki. Mungkin seru juga jika dibuat versi kebalikannya, jika Clare yang berjalan-jalan dengan waktu dan Henry yang tinggal. Akankah ia sesetia Clare? Jika ya, akankah ia dicap sebagai lelaki baik dan setia? Ataukah lelaki lemah dan desperate? Kalau Kita sebagai drama queen sejati, tentunya akan teriak Henry sebagai lelaki setia. Hehehe..
Kita merekomendasikan buku ini untuk dibaca dengan hati. Biarkan logika dan otak beristirahat dulu. Jika Kita berhak menilai dari 1-5, dengan 5 adalah yang paling bagus, maka The Time Traveler’s Wife Kita beri nilai 4. Satu nilai Kita kurangi , dari nilai sempurna 5, karena secara pribadi, Kita kurang suka cerita yang cenderung satire. Tapi tetaplah, this is A MUST READ BOOK! 🙂
(Duy/Kitareview.com)