“Anda harus menemukan sendiri makna di balik kata “kampungan” tersebut dengan membaca komik ini.”
DATA BUKU
- Judul: Kampungan Romansa
- Jenis Buku: Komik
- Penulis: Arif Yuntoro – Pamudji MS – Aprilia Sari – Beng Rahadian – Jon Kobet – Aji Prasetyo – Papillon Studio – Hans Jaladara
- Penerbit: Gajah Jambon
- Cetakan Pertama: Februari 2010
- Bahasa: Indonesia
- Tebal Buku: 210 halaman
- Dimensi Buku (P x L): 17,5 x 24 cm
- Website Resmi Penerbit: http://gajahjambon.com
- Nomor ISBN: 978-602-96312-0-3
- Harga Buku:
- Toko Gunung Agung: Rp.25.000
- (Harga Update April 2011)
DATA LAINNYA
- Seri Kampungan Lainnya:
SINOPSIS
Buku ini berisi enam komik “kampungan” tentang cinta. Cinta dari berbagai zaman dan tempat. Ditulis secara manis dan bahkan menggunakan riset sejarah. Tidak mengikuti tren manga ataupun superhero khas Amerika yang banyak beredar di Indonesia. Bertajuk kampungan, tapi tidak picisan.
REVIEW
Cinta memiliki banyak sisi dan merasuki berbagai dimensi. Dalam segala zaman, cinta bisa seksi, dapat juga bikin tragedi. Warna-warni itulah yang ditawarkan para komikus dalam buku kumpulan komik terbitan Gajah Jambon ini . Dalam enam komik, mereka menjelaskan apa itu romansa.
Arif Yuntoro dan Pamudji MS hadir dengan cerita berjudu; “Melati Revolusi”. Dengan membaca judulnya saja Anda sudah dapat membayangkan setting zaman Revolusi yang menjadi panggung kisah cinta. Pada kisah ini digambarkan antara perang Nasionalisme melawan Kolonialisme, dan perebutan hati seorang gadis bernama Roekmini oleh kakak beradik Roekmanto dan Witoelar. Cerita ini dibuat sebagai sisi lain perang di Surabaya.
Anda juga dapat simak juga kisah “Dago” yang merupakan kombinasi ide Aprilia Sari (vokalis Whiteshoes) dan Beng Rahadian. Guratan muram mendominasi cerita tentang penantian sepasang kekasih hingga akhir hayat ini.
Kemudian cerita cinta berlatar Perang Diponegoro yang berjudul “Kidung Malam”. Suatu campuran antara misteri sejarah, kisah cinta seorang prajurit Bulkiyo yang rela meninggalkan anak istri, dan pengorbanan sejati. Luar biasa.
Tema kedaerahan juga merupakan cara apik mengenalkan ornamen kebudayaan bangsa. Pada kisah “Antara Aku, Sahabatku, dan Anak Mamakku”, Jon Kobet berusaha memperkenalkan kebudayaan Riau. Dia mengisahkan dua orang sahabat Abdul dan Zulkifli yang sama-sama menyukai Syarifah. Pada akhirnya hanya satu yang mendapatkan cinta Syarifah, namun dengan jalan yang elegan, bukan main tusuk-tusukan. Persahabatan memang di atas segalanya.
Nah, gambar yan paling detil jatuh kepada Papillon Studio dengan karyanya “Resonansi Hati”. Judul yang legit. Kisah ini menuturkan hubungan antara seorang pemuda putus asa dengan seorang kakek yang optimis. Kakek itu mengajak sang pemuda bernama Emir untuk tinggal bersamanya dan belajar untuk menjalani hidup dengan semangat. Kakek yang rupanya jago masak itu menularkan kemampuannya kepada Emir hingga Emir mendapatkan short course memasak di Italia. Dengan bergaul bersama orang yang bersemangat, mau tak mau Anda akan tertular semangat. Betul!
Terakhir ialah kisah “Cinta di Senja Hari”. Terdengar seperti judul roman-roman di masa lampau. Hans Jaladara, sang kreator karakter Panji Tengkorak, memang tak mampu jauh dari ciptaannya tersebut. Kali ini dia mengisahkan kisah seorang pendekar muda bernama Dago dari perguruan Tujuh Bintang yang berusaha mempertemukan Panji Tengkorak dan Mariani. Di masa lalu, Panji dan Mariani merupakan sepasang kekasih, namun karena janji Panji terhadap seorang perempuan memaksa dia tidak dapat mendekati Mariani yang akhirnya memutuskan menjadi pertapa.
Arif Yuntoro dan Pamudji MS hadir dengan cerita berjudu; “Melati Revolusi”. Dengan membaca judulnya saja Anda sudah dapat membayangkan setting zaman Revolusi yang menjadi panggung kisah cinta. Pada kisah ini digambarkan antara perang Nasionalisme melawan Kolonialisme, dan perebutan hati seorang gadis bernama Roekmini oleh kakak beradik Roekmanto dan Witoelar. Cerita ini dibuat sebagai sisi lain perang di Surabaya.
Anda juga dapat simak juga kisah “Dago” yang merupakan kombinasi ide Aprilia Sari (vokalis Whiteshoes) dan Beng Rahadian. Guratan muram mendominasi cerita tentang penantian sepasang kekasih hingga akhir hayat ini.
Kemudian cerita cinta berlatar Perang Diponegoro yang berjudul “Kidung Malam”. Suatu campuran antara misteri sejarah, kisah cinta seorang prajurit Bulkiyo yang rela meninggalkan anak istri, dan pengorbanan sejati. Luar biasa.
Tema kedaerahan juga merupakan cara apik mengenalkan ornamen kebudayaan bangsa. Pada kisah “Antara Aku, Sahabatku, dan Anak Mamakku”, Jon Kobet berusaha memperkenalkan kebudayaan Riau. Dia mengisahkan dua orang sahabat Abdul dan Zulkifli yang sama-sama menyukai Syarifah. Pada akhirnya hanya satu yang mendapatkan cinta Syarifah, namun dengan jalan yang elegan, bukan main tusuk-tusukan. Persahabatan memang di atas segalanya.
Nah, gambar yan paling detil jatuh kepada Papillon Studio dengan karyanya “Resonansi Hati”. Judul yang legit. Kisah ini menuturkan hubungan antara seorang pemuda putus asa dengan seorang kakek yang optimis. Kakek itu mengajak sang pemuda bernama Emir untuk tinggal bersamanya dan belajar untuk menjalani hidup dengan semangat. Kakek yang rupanya jago masak itu menularkan kemampuannya kepada Emir hingga Emir mendapatkan short course memasak di Italia. Dengan bergaul bersama orang yang bersemangat, mau tak mau Anda akan tertular semangat. Betul!
Terakhir ialah kisah “Cinta di Senja Hari”. Terdengar seperti judul roman-roman di masa lampau. Hans Jaladara, sang kreator karakter Panji Tengkorak, memang tak mampu jauh dari ciptaannya tersebut. Kali ini dia mengisahkan kisah seorang pendekar muda bernama Dago dari perguruan Tujuh Bintang yang berusaha mempertemukan Panji Tengkorak dan Mariani. Di masa lalu, Panji dan Mariani merupakan sepasang kekasih, namun karena janji Panji terhadap seorang perempuan memaksa dia tidak dapat mendekati Mariani yang akhirnya memutuskan menjadi pertapa.
Keenam komik ini mengajarkan makna cinta yang luar biasa. Asli dari tangan para komikus Indonesia. Sesuatu yang menyegarkan dan baru di tengah hiruk pikuk gempuran manga dan komik superhero dari Amerika. Lihat saja guratan gambar dan cerita yang bervariasi, serta otentik ini. Sayangnya, komik ini tergolong untuk umur lima belas tahun ke atas.
Jangan pernah tertipu dengan judulnya yang “kampungan” karena isinya sama sekali tidak kampungan. Anda harus menemukan sendiri makna di balik kata “kampungan” tersebut dengan membaca komik ini. Dan, rasakan romansanya.. 🙂(yasyus/Kitareview.com)