“Komik Indonesia ini layak dikoleksi dan jadi teman perjalanan ketika bepergian.”
DATA BUKU
- Judul: Pamali!
- Jenis Buku: Komik
- Penulis: Norvan Pecandupagi
- Editor: Reita Ariyanti
- Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
- Cetakan Pertama: Juni 2009
- Bahasa: Indonesia
- Tebal Buku: 120 halaman
- Dimensi Buku: 13,5 x 20 cm
- Website Resmi Penerbit: –
- Nomor ISBN: 978-979-22-4752-7
- Harga Buku:
- Gramedia: Rp.35.000 (Harga Update Juni 2011)
SINOPSIS
Dalam peradaban modern kini, rupanya masyarakat umum masih mempercayai mitos-mitos serta pantangan yang disebut pamali dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa sih pamali itu? Lebih baik langsung saja melihatnya dalam buku black humor karya (alm) Norvan Pecandupagi ini.
REVIEW
Pamali atau pantangan adalah pernyataan-pernyataan umum yang mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat. Siapa yang tidak pernah dengar “jangan duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh”; “makan jangan sambil ngobrol, nanti tersedak”; “kalau nabrak kucing sampai mati, harus dikuburkan supaya ga dapet celaka”, dan lain-lain.
Melalui buku kumpulan komik ini, Norvan, lewat tokoh Engkus Kusmiran, berusaha membahas, mengomentari, pun menyentil mitos-mitos pamali dengan gaya humor yang “nyunda banget”.
Ada beberapa alasan Anda pasti tertawa. Pertama, rupa tokoh dan latar dalam komik ini mengingatkan akan komik “Kisah Hantu di Sekolah”. Buku tersebut punya tokoh utama berupa patung tanah liat super jahil bernama Hanitaro. Gambarnya terkesan dibuat asal-asalan (seperti hidung para tokoh yang lubangnya mencapai enam!) tapi pesan ceritanya sampai plus bumbu pengocok perut.
Kedua, konklusi ajaib yang nyeleneh. Mirip ending komik Doyok di harian Pos Kota. Pada panel-panel awal, Engkus selalu digambarkan melakukan pamali secara harafiah. Misalnya, dengan duduk di depan pintu padahal itu dilarang. Akhirnya pada panel berikutnya dia malah duduk di atas pintu, dan akhirnya benar-benar dijauhi cewek-cewek.
Norvan selalu memberikan akhir yang memang menurut pada pamali. Tapi cara dia menggiring pembaca menuju kesimpulan cerita selalu bikin kita tertawa. Contohnya pamali “dilarang gigit kuku sebab bisa bikin celaka”. Dalam kisah itu, Engkus sedang membonceng seorang cewek yang menasehatinya agar jangan gigit-gigit kuku. Takut celaka. Engkus yang ngeyel malah lepas kedua tangannya dan mengigit semua kukunya. Si cewek bilang “wow.. cool..” Karena tak terkendali, motor mereka pun terjun ke dalam jurang yang dalam!
Lewat penuturan seperti itu Norvan seakan ingin menggambarkan bahwa akibat pamali itu masih ada logis-logisnya dan menentang klenik murni.
Yang ketiga, nilai tambah dalam buku ini adalah komentar-komentar Norvan di setiap kalimat pamali. Misalnya pada pamali “Lagi hamil jangan makan yang pedas, nanti anaknya botak!”, Norvan mengomentari pernyataan itu begini “Waw… Di negeri ini, orang hamil itu banyak pantangan dan larangan yang gak boleh dilanggar. Kasian ya, makanya kita harus bantu para ibu yang sedang hamil untuk berani melanggar mitos dan pantangan-pantangan. Biar nanti anaknya aneh-aneh. Hehehehehehehe…”
Di samping itu, di akhir buku ini ada sisipan beberapa wawancara Norvan dengan orang-orang yang dimintai tanggapannya terkait pamali. Hasilnya tetap kocak dan tak terduga karena ada beberapa orang yang akan mengenalkan Anda tentang pamali-pamali baru.
Komik Indonesia ini layak dikoleksi dan jadi teman perjalanan ketika bepergian.
PS: Hati-hati ketawa ngakak saat baca komik ini. Pamali. Nanti dikira gila! 🙂
Melalui buku kumpulan komik ini, Norvan, lewat tokoh Engkus Kusmiran, berusaha membahas, mengomentari, pun menyentil mitos-mitos pamali dengan gaya humor yang “nyunda banget”.
Ada beberapa alasan Anda pasti tertawa. Pertama, rupa tokoh dan latar dalam komik ini mengingatkan akan komik “Kisah Hantu di Sekolah”. Buku tersebut punya tokoh utama berupa patung tanah liat super jahil bernama Hanitaro. Gambarnya terkesan dibuat asal-asalan (seperti hidung para tokoh yang lubangnya mencapai enam!) tapi pesan ceritanya sampai plus bumbu pengocok perut.
Kedua, konklusi ajaib yang nyeleneh. Mirip ending komik Doyok di harian Pos Kota. Pada panel-panel awal, Engkus selalu digambarkan melakukan pamali secara harafiah. Misalnya, dengan duduk di depan pintu padahal itu dilarang. Akhirnya pada panel berikutnya dia malah duduk di atas pintu, dan akhirnya benar-benar dijauhi cewek-cewek.
Norvan selalu memberikan akhir yang memang menurut pada pamali. Tapi cara dia menggiring pembaca menuju kesimpulan cerita selalu bikin kita tertawa. Contohnya pamali “dilarang gigit kuku sebab bisa bikin celaka”. Dalam kisah itu, Engkus sedang membonceng seorang cewek yang menasehatinya agar jangan gigit-gigit kuku. Takut celaka. Engkus yang ngeyel malah lepas kedua tangannya dan mengigit semua kukunya. Si cewek bilang “wow.. cool..” Karena tak terkendali, motor mereka pun terjun ke dalam jurang yang dalam!
Lewat penuturan seperti itu Norvan seakan ingin menggambarkan bahwa akibat pamali itu masih ada logis-logisnya dan menentang klenik murni.
Yang ketiga, nilai tambah dalam buku ini adalah komentar-komentar Norvan di setiap kalimat pamali. Misalnya pada pamali “Lagi hamil jangan makan yang pedas, nanti anaknya botak!”, Norvan mengomentari pernyataan itu begini “Waw… Di negeri ini, orang hamil itu banyak pantangan dan larangan yang gak boleh dilanggar. Kasian ya, makanya kita harus bantu para ibu yang sedang hamil untuk berani melanggar mitos dan pantangan-pantangan. Biar nanti anaknya aneh-aneh. Hehehehehehehe…”
Di samping itu, di akhir buku ini ada sisipan beberapa wawancara Norvan dengan orang-orang yang dimintai tanggapannya terkait pamali. Hasilnya tetap kocak dan tak terduga karena ada beberapa orang yang akan mengenalkan Anda tentang pamali-pamali baru.
Komik Indonesia ini layak dikoleksi dan jadi teman perjalanan ketika bepergian.
PS: Hati-hati ketawa ngakak saat baca komik ini. Pamali. Nanti dikira gila! 🙂
(yasyus/Kitareview.com)