“..buku yang mendapat sambutan hangat, penghargaan sekaligus cercaan ini mampu membawa kebaruan pada khazanah kesusastraan Indonesia.”
DATA BUKU
- Judul Buku: Saman
- Jenis Buku: Novel
- Genre: Fiksi
- Penulis: Ayu Utami
- Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
- Cetakan: 1 April 1998
- Bahasa: Indonesia
- Tebal Buku: ix + 202 Halaman
- Dimensi Buku (P x L): 13,5 x 20 cm
- Website Resmi Penerbit: –
- No ISBN: 979-9023-17-3
- Harga Buku:
- Gramedia: Rp.35.000
- (Harga Update Desember 2011)
KARAKTER UTAMA
- Romo Wis (Saman)
- Sihar SItumorang
- Laila Gagarina (Laila)
- Yasmin Moningka (Yasmin)
- Cokorda Gita Magaresa (Cok)
- Shakuntala (Tala)
SINOPSIS
Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si pemberontak. Cok si binal. Yasmin si “jaim”. Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri.
Tapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman, seorang pastor yang akhirnya memilih untuk meninggalkan panggilan imamatnya demi menjadi aktivis di antara kaum miskin. Ia pun menjadi buron dalam masa rezim militer Orde Baru sehingga harus melarikan diri ke luar negeri. Kepada Yasmin, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?
REVIEW
Buku ini merupakan novel pertama Ayu Utami yang diikutsertakan dalam lomba Sayembara Novel yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta. Sampai tahun 2011 sudah dicetak ke-28 kali, hal yang mampu mencetak rekor menandingi karya sastra seperti Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Buku yang terlahir di zaman pra-reformasi, masih dalam kungkungan kekuasaan Orde Baru ini mampu memberi angin segar dalam keberaniannya mengungkapkan ide-ide krusial maupun kontroversial di mata penguasa pada waktu itu. Namun akhirnya buku ini diterima oleh masyarakat Indonesia, dan mendapat penghargaan Prince Claus Award tahun 2000.
Tema yang diambil Ayu Utami berseputar pada pemberontakan. Terutama perlawanan terhadap budaya patriarkal yang sudah mendarah daging di negeri ini. budaya perkawinan yang diagung-agungkan masyarakat umumnya dan diakui legalitasnya oleh pemerintah, ternyata membuat Ayu Utami berang, dan melakukan kritik habis-habisan dalam novel “Saman” ini. Sindiran sarkastis juga dilontarkan Ayu terhadap lembaga perkawinan yang senantiasa mengatur hubungan antar pasangan tersebut.
Dalam novel ini, tak ada kisah membahagiakan yang didapat keempat tokoh wanitanya, sebut saja Laila Gagarina (Laila), Yasmin Moningka (Yasmin), Cokorda Gita Magaresa (Cok), dan Shakuntala (Tala) dalam urusan percintaan apalagi perkawinan. Keempatnya mencoba “cuek” dalam membeberkan kisah percintaan mereka tanpa tedeng aling-aling.
Jangankan yang masih pacaran, yang sudah menikah pun tak mendapatkan kebahagiaan dari sebuah lembaga perkawinan sah tersebut dan berakhir dengan menjadi perusak rumah tangga orang lain. Pemberontakan tersebut dilakukan akibat dari kegerahan mereka terhadap budaya patriarkal yang masing mengangkangi kehidupan masyarakat mereka.
Tema seksualitas memang mendominasi dalam novel ini. permasalahan wanita, rumah tangga, kecocokan prinsip dan hati bercampur menjadi satu, melibatkan permainan yang membahayakan antar pasangan, dan mereka melakukannya dengan senang hati. Tak ada keraguan apalagi perasaan menyesal di wajah mereka ketika perselingkuhan dilakukan, freesex dijadikan panutan yang berkiblat pada pandangan sekuler liberal. Seperti dikisahkan oleh Cok yang sudah tidak perawan sejak SMA, selalu ganti-ganti pasangan dalam berhubungan, meskipun sekolah dipindahkan ke Bali tetap saja bahkan kebiasaan seks liar malah mencapai kegilaannya.
Tokoh lainnya, Laila adalah seorang fotografer yang naksir pada Sihar Situmorang, seorang insinyur perminyaka di rig. Meskipun Laila mengetahui ihwal Sihar yang sudah berkeluarga, tetapi hasrat cinta Laila tak menghentikan langkah untuk mendekati Sihar. Bahkan ketika Sihar berangkat ke Amerika Serikat (New York), Laila berusaha menginginkan hubungan seksual itu. Namun rencana tersebut semua kandas, setelah ia tahu bahwa Sihar bersama istrinya di New York. Tokoh wanita lainnya, Shakuntala adalah penari tingkat internasional yang memperdalam ilmunya di New York, apartemennya dijadikan transit teman-temannya yang mau berkunjung ke New York, itulah sebabnya Laila tinggal bersama Tala. Tala bersifat netral, dalam dirinya ia merasakan ada sifat maskulin dan feminine, jadi bercampur sehingga dirinya merasa kuat sebagai laki-laki sekaligus seorang wanita. Lain lagi Yasmin yang mencintai Romo Wisanggeni yang tak lain adalah Saman, seorang Pastor. Yasmin yang “malu-malu tapi mau” juga menghendaki Saman menjadi miliknya.
Ayu Utami ingin menekankan pada novelnya Saman ini merujuk pada segi seksualitas di mana wanita memiliki kebebasan sebebas-bebasnya untuk memilih orientasi seksualnya tanpa memandang tradisi dalam masyarakatnya. Bebas memilih untuk tidak menikah. Di situlah rupanya Ayu ingin menghancurkan dinding-dinding lembaga perkawinan, karena telah memenjarakan cinta yang sebenarnya dari kedua pasangan. Selain itu, juga aroma ketidakadilan harus dimusnahkan dari para pengusaha korup atau penguasa yang mampu membeli hukum di negara ini, kasus kematian diakibatnya kecerobohan pimpinan rig perminyakan tempat Sihar bekerja menyebabkan Sihar keluar karena tidak tahan melihat permainan uang dalam penutupan kasus kecelakaan karena keteledoran tersebut.
Dari segi tekstur bahasa, eksplorasi pilihan kata Ayu mampu membawa pembaca ikut hanyut dalam pusaran cerita, kepahitan, penderitaan tokohnya yang dimarginalkan. Meskipun karya ini terdapat sisi sensitif dan vulgar namun ranah fiksi adalah pengejawantahan dari kenyataan yang tidak perlu dibuktikan dengan data-data yang berada dalam dunia realita, hal ini cukup apa yang digambarkan dan dilukiskan merupakan representasi dari kehidupan individu-individu yang ada di dunia realita.
Dengan demikian, buku yang mendapat sambutan hangat, penghargaan sekaligus cercaan ini mampu membawa kebaruan pada khazanah kesusastraan Indonesia. Terutama untuk menumbuhkan minat membaca kepada masyarakat Indonesia pada umumnya.
(ipung_sa/Kitareview.com)
sip