Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung

0
874

916371912_20110403094222_buku-celanapacarkecilku
“Buku yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2007 ini berisi 3 kumpulan sajak Joko Pinurbo (Jokpin)..”

DATA BUKU

    • Judul: Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung
    • Jenis Buku: Umum – Kumpulan Puisi
    • Penulis: Joko Pinurbo
    • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    • Cetakan Pertama: Mei 2007
    • Bahasa: Indonesia
    • Tebal Buku: xi + 219 halaman
    • Dimensi Buku: 20 cm
    • Website Resmi Penerbit: http://www.gramedia.com
    • No. ISBN: 979-22-2841-1
    • Harga Buku:
        • Gramedia: Rp.42.500
        • (Harga Update April 2011)


SINOPSIS

 

Buku ini berisi 125 sajak Joko Pinurbo yang pernah dimuat dalam Celana, Di Bawah Kibaran Sarung, dan Pacarkecilku, trio kumpulan puisi yang telah memper-kenalkan penyairnya sebagai salah satu ikon penting dunia perpuisian Indonesia modern. Jokpin (demikian penyair ini kerap disapa) mematahkan stigma bahwa puisi sulit dibaca. Jokpin tidak bersusah-susah dan menyulitkan pembaca dengan metafora atau idiom menyesatkan seperti yang cenderung dilakukan banyak penyair lain di tanah air.Buku ini merupakan dokumentasi karya yang sangat berharga dari penyair yang telah menerima berbagai penghargaan sastra. PACARKECILKU untuk AnggraPacarkecilku bangun di subuh hari ketika azan datang membangunkan mimpi. Pacarkecilku berlari ke halaman, menadah hujan dengan botol mainan, menyimpannya di kulkas sepanjang hari, dan malamnya ia lihat di botol itu gumpalan cahaya warna-warni.

Pacarkecilku lelap tidurnya, botol pelangi dalam dekapnya. Ketika bangun ia berkata: `Tadi kau ke mana? Aku mencarimu di rerimbun taman bunga.` Aku terdiam. Sepanjang malam aku hanya berjaga di samping tidurnya agar dapat melihat bagaimana azan pelan-pelan membuka matanya.Pacarkecilku tak akan mengerti: pelangi dalam botol cintanya bakal berganti menjadi kuntum-kuntum mawar-melatiyang akan ia taburkan di atas jasadku, nanti.

REVIEW

Buku yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2007 ini berisi 3 kumpulan sajak Joko Pinurbo (Jokpin): “Celana”, “Pacar Kecilku”, “Di Bawah Kibaran Sarung”. Kumpulan sajak “Celana” merupakan karya Jokpin dalam rentang tahun 1986-1998, sedangkan “Pacar Kecilku” hasil kreatif antara 1999-2000, dan 2001-2002 adalah tahunnya “Di Bawah Kibaran Sarung”.

Jokpin sangat pintar memainkan kata-kata dan puisi-puisi yang dia buat menggunakan objek yang dekat dengan keseharian. Lihat saja pada judul tiap kumpulan sajaknya. Celana, pacar kecil, dan sarung. Hal itu sangat intim dengan kehidupan seseorang. Membaca karyanya, sama saja membaca diri Kita, dan mungkin juga Anda, dan kerinduan Kita akan hal-hal yang akrab: masa lalu, orang tua, tempat bermain, mimpi, dan banyak lagi.

Jokpin andal mensubstitusi suatu tempat dengan kenangan atau metafora-metafora lainnya. Timbulah asosiasi-asosiasi jenial. Aforisme yang dia tabur disana-sini pun sangat pas dengan gaya parodis yang mbeling tapi lebih serius. Misalnya saat dia berbicara soal negara, tentara, rakyat, dan kelamin. Kita dapat temukan itu pula tentang raja kecil di dalam celana yagn terlihat malu-malu namun sangat kuat. Belum lagi pengandaian vagina sebagai sebuah gua tempat seorang pertapa berjaga.

Dari 125 sajak yang tersaji, ada tiga sajak yang sangat berkesan buat Kita. Sajak “Tuhan Datang Malam Ini”, “Sakramen”, dan “Penumpang Terakhir”. Sajak pertama berkisah tentang pembredelan Tempo dan ditujukan untuk Goenawan Mohamad (GM), mantan pemred Tempo. Menurut Jokpin, GM menyajikan sebuah “rubrik yang sangat  tenang” dan Jokpin juga menyebut GM cuma “jejak-jejak kaki musafir pada serial catatan pinggir”. Membaca ini mengingatkan saya yang selalu membaca Caping Mas Gun lebih dulu tiap membeli TEMPO. Mengharukan, kawan.

Sajak “Sakramen” pun mengoyak hati saat membayangkan bagaimana dunia ini menghina dan membunuh Tuhan. Namun pada akhirnya mencari Dia yang tak kunjung datang.

Terakhir, puisi “Penumpang Terakhir”. Puisi ini Jokpin persembahkan khusus untuk seorang sastrawan bernama Joni Ariadinata. Joni pernah menjadi tukang becak. Bagaimana Jokpin menggambarkan keakrabannya dengan si abang becak yang mengeluhkan “anak-anaknya yang pergi dicari uang” dan dia yang batuk-batuk hebat sehingga digantikan si saya dalam puisi itu untuk mengayuh becak. Pada akhirnya, si penumpang yang berbaik hati mengayuh becak itu bingung mau menabur bunga untuk nenek moyang atau abang becak yang mati pulas di atas becaknya.

Selain sebagai luapan personal Jokpin, buku ini juga bagus untuk referensi penulisan kreatif. Selamat membaca!

(yasyus/Kitareview.com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here