DATA FILM
- Judul: Joint Security Area
- Genre: Drama
- Sutradara: Park Chan-wook
- Penulis Skenario: Park Sang-Yeon (novel) – Jeong Seong-San – Park Chan-wook – Lee Mu-young
- Produser: Lee Eun
- Distributor: CJ Entertainment
- Negara: Korea Selatan
- Bahasa: Korea – Inggris – Prancis – Jerman
- Durasi: 108 menit
- Tahun rilis: 9 September 2000 (Korea Selatan)
PENGHARGAAN YANG DIPEROLEH
- Best Film Blue Dragon Film Awards 2000
- Best Actor (dimenangi bersama-sama oleh Lee Byeong-heon dan Song Kang-ho) pada Pusan Film Critics Awards 2000.
- Jury Prize, Audience Prize dan Best Actor (Song Kang-ho) pada Deauville Asian Film Festival 2001.
- Dinominasikan untuk best Asian film pada Hong Kong Film Awards 2002.
- Best Film Grand Bell Awards 2001.
- Runner up, Golden Space Needle Audience Award untuk Best Film, dan Special Jury Prize pada 27th Seattle International Film Festival, 2001.
- Dinominasikan pada Berlin International Film Festival, 2001.
- Termasuk dalam 12 film terbaik sejak 1992 pilihan Quentin Tarantino
PEMERAN UTAMA
- Lee Young Ae sebagai Mayor Sophie E. Jean (Swiss)
- Lee Byung-hun sebagai Sersan Lee Soo-hyeok (Korea Selatan)
- Song Kang-ho sebagai Sersan Oh Kyeong-pil (Korea Utara)
- Kim Tae Woo sebagai Prajurit Nam Sung-shik (Korea Selatan)
- Shin Ha-kyun sebagai Prajurit Jeong Woo-jin (Korea Selatan)
- Herbert Ulrich sebagai Petugas Swedia
SINOPSIS FILM JOINT SECURITY AREA
Pada suatu malam, terjadi Insiden mematikan di pos penjaga perbatasan Korea Utara. Dua tentara Korea Utara terbunuh dan satu terluka. Tensi tinggi segera menyelimuti dua negeri yang berbatasan hanya selemparan batu itu. Ketika investigasi sedang berjalan, Mayor Sophie E. Jean, yang ditugasi untuk menyelidiki insiden tersebut menemukan beberapa kejanggalan. Sebuah pertanda bahwa ada pihak yang sengaja menutup-nutupi kejadian sebenarnya dari insiden tersebut.
Di saat yang sama, Sersan Lee Soo-hyeok dan Sersan Oh Kyeong-pil, dua tokoh sentral insiden tersebut tidak memberi titik terang terhadap kejanggalan yang muncul tersebut. Tidak disangka, kejanggalan itu justru membuka tabir kenyataan yang juga turut membuka latar belakang Sophie sebenarnya. Kenyataan yang hadir membawa Sophie terperangkap dalam kasus tersebut semakin dalam, sehingga ia gamang dalam merumuskan kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang menentukan akhir dari kasus yang pelik ini.
TRAILER
REVIEW FILM JOINT SECURITY AREA
Apa jadinya bila tentara dari dua negara yang berseteru justru menjadi teman akrab. Kira-kira inilah tema besar dari film Joint Security Area (JSA). Setelah Korea terbelah menjadi Korea Selatan dan Korea utara, perbatasan kedua negara dijaga dengan sangat ketat oleh kedua belah pihak. Ketatnya penjagaan kedua negara dapat terlihat dari sikap penjaga-penjaganya yang memasang badan dengan sikap tegap, tidak seperti beberapa kondisi perbatasan darat di negara lain.
Sikap para penjaga perbatasan dua Korea seakan menyiratkan luka dua negara yang belum terobati sejak perang Korea pecah hingga sekarang. Layaknya dua Jerman dahulu, masyarakat Korea juga mendambakan redanya friksi tajam antara dua negara dan terjadinya reunifikasi layaknya Jerman Barat dan Timur. Mimpi itu coba disemai dalam film ini. Dengan menggunakan sudut pandang militer, Park Chan-wook sebagai sutradara mencoba membawa visinya dengan perantara yang paling mewakili masalah tersebut.
Film yang mengangkat konflik di zona demiliterisasi Korea ini dimulai dengan mengangkat latar belakang sejarah perang kedua negara. Sejarah kelam yang pada akhirnya menciptakan satu daerah keamanan bersama (Joint Security Area; JSA) yang dijaga secara bersama-sama oleh dua negara. Daerah ini unik karena hanya dibatasi satu petak kecil garis batas yang bahkan tidak sejauh jangkauan tangan. Dengan demikian, penjaga perbatasan kedua negara akan saling bertatapan mata satu sama lain, dan uniknya lagi, mereka berjaga dengan saling berhadap-hadapan namun tidak boleh saling bicara.
Keunikan ini jadi daya tarik turis dari berbagai belahan dunia. Mungkin Anda akan bertanya, bagaimana sebenarnya perasaan para penjaga perbatasan tersebut. Dalam film ini, sisi kemanusiaan mereka dieksplorasi dan didedarkan dengan sedemikian rupa. Di balik pola hidup para penjaga perbatasan yang seakan terlihat kaku, seperti yang sering diperlihatkan pada para turis di siang hari, Anda akan diajak untuk melihat jawaban dari pertanyaan sederhana “apa yang mereka lakukan ketika malam tiba?” Pertanyaan tersebut menyiratkan banyak jawaban, dan film ini memberi satu kemungkinan jawaban yang sangat manusiawi. Dengan sedikit banyak melupakan peran mereka sebagai penjaga perbatasan, dan melihat diri mereka sebagai manusia-manusia biasa, kemungkinan yang terlihat dalam film ini sangat mungkin terjadi. Sisi-sisi penjaga perbatasan yang keras di satu sisi, namun lunak di sisi lain menjadi daya tarik yang sempurna dari film ini.
Realitas film di atas membentuk alur cerita yang bagus. Konflik cerita dalam film seperti mentransformasi, bukan mereproduksi, cerita Romeo dan Juliet ke dalam visi hubungan dua negara yang berkonflik. Keterpengaruhan cerita JSA dengan Romeo dan Juilet seperti tidak terelakkan. Namun, cerita tersebut tidak ditempelkan begitu saja dengan hanya mengganti latar negara serta pemerannya. Cerita itu seperti diolah dan diberi tegangan serta klimaks yang berbeda. Ini adalah poin penting dari kejeniusan sang sutradara.
Melihat unsur-unsur pendukung film ini, layak jika film ini diganjar banyak penghargaan. Sang sutradara, Park Chan-wook, merupakan sutradara kenamaan Korea yang film-filmnya banyak mendapat apresiasi di dalam dan di luar negeri. Dialah sutradara dari The Vengeance Trilogy (Sympathy for Mr. Vengeance (2002), Oldboy (2003), Sympathy for Lady Vengeance (2005)).
Dari jajaran pemeran, Lee Young Ae yang memerankan Mayor Sophie E. Jean merupakan pemeran Dae Jang Geum yang fenomenal. Meskipun perannya dalam film ini tidak terlalu sentral, namun kehadirannya turut menambah greget film ini. Dua aktor lain yang menjadi lawan akting, Lee Byung-hun (Sersan Lee Soo-hyeok) dan Song Kang-ho (Sersan Oh Kyeong-pil) adalah aktor-aktor “kelas berat” Korea yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya dalam menggugah emosi. Dengan “garis depan” seperti ini, kualitas film ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Selamat menonton!
(AriefJuga/Kitareview.com)